
Pengertian
iman secara bahasa menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin adalah pengakuan yang
melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan makna
iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman
secara bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada unsur
menerima dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak
butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il muta’addi (butuh objek) (Lihat
Syarh Arba’in, hal. 34)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Iman
itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang.
Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang.
Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan
amal.” (Perkataan dua orang imam ini bisa dilihat di Al Wajiz fii ‘Aqidati
Salafish shalih, hal. 101-102) Bahkan Imam Bukhari rahimahullah mengatakan,
“Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru
negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah
perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Lihat Fathul Baari,
I/60)
Penjelasan definisi iman
‘Iman itu berupa pembenaran hati’ artinya
hati menerima semua ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam.
‘Pengakuan dengan lisan’ artinya mengucapkan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an
la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’. Sedangkan ‘perbuatan
dengan anggota badan’ artinya amal hati yang berupa keyakinan-keyakinan dan
beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan melakukan ibadah-ibadah sesuai
dengan kemampuannya (Lihat Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal.
9)
Dan salah satu pokok penting dari aqidah
Ahlus sunnah wal jama’ah ialah keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang
(Lihat Fathu Rabbbil Bariyah, hal. 102). Hal ini telah ditunjukkan oleh
dalil-dalil dari Al Kitab maupun As Sunnah. Salah satu dalil dari Al Kitab yaitu
firman Allah ta’ala (yang artinya), “Agar bertambah keimanan mereka di atas
keimanan mereka yang sudah ada.” (QS. Al Fath [48] : 4).
Dalil dari As Sunnah di antaranya adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sosok kaum perempuan, ”Tidaklah
aku melihat suatu kaum yang kurang akal dan agamanya dan lebih cepat membuat
hilang akal pada diri seorang lelaki yang kuat daripada kalian ini (kaum
perempuan).” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Maka ayat di atas menunjukkan penetapan bahwa
iman itu bisa bertambah, sedangkan di dalam hadits tersebut terdapat penetapan
tentang berkurangnya agama. Sehingga masing-masing dalil ini menunjukkan adanya
pertambahan iman. Dan secara otomatis hal itu juga mengandung penetapan bisa
berkurangnya iman, begitu pula sebaliknya. Sebab pertambahan dan pengurangan
adalah dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Tidak masuk akal keberadaan
salah satunya tanpa diiringi oleh yang lainnya.
Dengan demikian dalam pandangan ahlus sunnah
definisi iman memiliki 5 karakter : keyakinan, ucapan, amal, bisa bertambah,
dan bisa berkurang. Atau bisa diringkas menjadi 3 : keyakinan, ucapan, dan
amal. Karena amal bagian dari iman, secara otomatis iman bisa bertambah dan
berkurang. Atau bisa diringkas lebih sedikit lagi menjadi 2 : ucapan dan amal,
sebab keyakinan sudah termasuk dalam amal yaitu amal hati. Wallahu a’lam.
By. Ribut Adhi Wahyudi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar